2500 tahun yang lalu kurang sedikit. Raja mengumpulkan seluruh prajuritnya termasuk Konidin. Kemudian Raja memberikan fatwa di ruang tempat penyimpanan harta kepada seluruh prajuritnya itu. “Wahai para prajuritku, saat ini kuhadiahkan kepada kalian sebuah kebebasan sampai waktu yang telah ku tentukan. Silahkan peganglah apa yang besar yang ada didalam ruangan ini. Dan apa yang berhasil kalian pegang akan menjadi milik kalian. Satu….Duaaa….Tiii….gaaa….. “Kemudian seluruh prajurit berhamburan mencari sesuatu yang mereka senangi untuk dapat menyentuhnya dan menjadi miliknya. Mereka saling bertabrakan. Sikut-sikutan. Banting-bantingan. Bahkan ada yang saling berkelahi sampai menumpahkan darah lantaran memperebutkan apa yang mereka mau. Banyak sekali terlihat barang yang pecah. Yang tadinya begitu mahal hingga tak lagi berharga karena sudah menjadi rusak. Sang Raja tersenyum menyaksikan ulah para prajurit miskin yang ingin kaya itu. Tiba-tiba senyum Raja terhenti menjadi kaget bukang kepalang, karena mendadak tubuhnya di peluk oleh konidin dari belakang. Raja berusaha berontak. Namun konidin menambahkan kekuatan mempiting tubuh Raja hingga Rajapun tak berdaya melakukan sesuatu.
“Konidin…!!! Apa-apaan sih kamu nih.., Kenapa kamu tidak memegang semua harta yang ada disini malah meluk dan piting aku seperti ini? Apa tidak ada satupun harta disini yang kamu sukai,?”. Raja berteriak sambil berusaha berontak. Tapi Konidin malah semakin mepererat pelukannya,” hey, piye to, wong ditanya, cicing wae?”
“Kutu kupret,,!!! Kamu fikir aku ini barang apah,,???” kali ini Raja berontak sekuat tenaga dan akhirnya Konidin terpental beberapa hasta. Keika Konidin hendak berdiri dan beranjak, Raja mengumumkan bahwa waktu yang ditentukan telah habis. Dari seluruh prajurit terlihat memegang beberapa barang yang hampir sudah tidak berharga lagi karena rusak akibat berebutan tadi. Setelah Raja memerintahkan seluruh prajuritnya pergi. Konidin di tahan oleh sang Raja untuk ditanya perihal perbuatannya tadi.
“Maaf baginda Raja. Semua prajurit paduka adalah orang-orang bodoh. Mereka lebih memilih beberapa harta paduka. Padahal jika mereka memilih paduka, niscaya mereka akan memilki semua harta itu. Aku melihat semua harta paduka sangat aku sukai hingga rasanya sayang sekali jika aku hanya memilih salah satunya. Maka aku memeluk Raja agar Raja menjadi milikku dan aku bisa memiliki semuanya.”
“Apa maksudmu wahai orang gendeng?”
“Mohon ampun paduka, kebanyakan manusia bodoh di dunia ini lebih memilih harta dunia ketimbang pemilih sejatinya yakni Allah. Mereka saling berlomba hingga bahkan sampai menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan harta dunia. Oleh karena mereka mendapatkannya dengan cara berebutan hingga mengakibatkan dosa, maka bukanlah harta yang mereka dapatkan itu malah menjadi rusah dimata Allah?
Bahwa Allah telah mempersilahkan seluruh hambanya untuk memiliki semua apa yang ada diatas bumi ini sampai batas usia yang telah ditentukan yaitu kematian. Maka seluruh hamba berlomba-lomba hanya untuk mendapatkan sebagian kecilnya saja. Padahal kalau dia mau memilih dan memiliki Allah niscaya bukan hanya semua yang ada di muka bumi ini yang akan menjadi miliknya, melainkan Allah pun akan menjadi miliknya. Dan jika Allah telah menjadi miliknya, apa yang tidak akan menjadi miliknya.?
Wahai paduka, karena tadi aku telah memegangmu, berarti aku telah memiliki dirimu. Maka semua yang telah menjadi milikmu menjadi milikku juga. Iya kan?”
Raja mengakui kecerdasan Konidin. Maka sebagai konsistensi Raja, beliau menawarkan Konidin kedudukannya sendiri di pemerintah Raja. Dan Konidin meminta dirinya untuk jadi menteri. Raja tercengang bukan main. Dalam hatinya, bagaimana mungkin seorang Konidin akan menjadi menteri dalam pemerintahannya. Meski sebetulnya Konidin pasti tidak akan mampu bertindak sebagai menteri, tapi Rajapun tidak mau menanggung malu di hadapan Raja-Raja lain karena memiliki menteri sebodoh Konidin, maka saat itulah Raja mulai mendidik Konidin untuk menjadi menteri yang sangat handal. Demikianlah jika Raja mulai berkehendak. Sebuah pemerintahan yang belum layakpun akan tetap di berikan sambil terus memberikan bimbingannya.
Tiba-tiba dari belakang Ki Semprul langsung memeluk Konidin.
“Aku juga akan memiliki apa yang panjenengan miliki Syekh.”
“Alhamdulillah. Memang harusnya begitu prul. Semua apa yang aku miliki agar buat kamu, sebab nanti aku akan memiliki segala yang baru dari Raja ini.”
“Hah…!!! Maksudmu….”
“Sudaaaah, kamu sudah kadung memeluk aku, silahkan kamu pindahkan semua barang –barang rongsokan yang ada dirumahku itu ke rumahmu. Hehehe…..”
“Oh alaah …. Barang-barang milik panjenengan itu kan sudah tidak ada yang lebih bagus dari milikku Syekh.”
“Itu resikomu … !!!” ujar Konidin sambil ngeloyor pergi dan Semprul trus saja mengikuti Konidin sambil merengek membatalkan permintaannya. “Ooow, tidak bisa …! Itu salahmu sendiri, mengapa kamu terlalu menghamba kepada sesama manusia, padahal kamu tahu bahwa sesama manusia itu adalah miskin. Ketika engkau bekerja kepada manusia, maka apa yang engkau dapatkan tidak mungkin lebih dari apa yang dimiliki manusia tersebut. Engkau memelukku lantaran ingin bersatu dengan diriku, maka ketika aku mati, ya kamu pun juga harus mati. Mau …???!!!”
“Enggak Sekh…!”
“Harus mau dong, itu sudah resikomu prul. Kalau kamu bersatu dengan Allah, dimana Allah tidak mungkin mati dan Allah maha kaya lagi mulia, maka kamu akan abadi dan bahagia bersama-Nya.”
“Lah panjenengan tadi kenapa memeluk Raja,?”
“La dalaaah … itu kan hanya ilustrasi saja prul. Cerita yang sebenarnya bukan Raja. Kramad Mahfudin ini hanya menulis ilustrasi. Gambaran. Bahwa manusia itu kebanyakan berjibaku memperebutkan apa yang ada di bumi ini, bukan malah berlomba-lomba mendapatkan Allah, padahal Allah adalah essensi dari segalanya. Kalau seseorang telah berhasil mendapatkan Allah, niscaya apaun pasti akan terlaksana.”
“Walaupun permintaan hamba itu belum waktunya buat dia? Artinya apakah Allah akan tetap memberikan suatu permintaan meskipun hamba tersebut belum sanggup menerima apa yang di mintanya itu?”
“Betul ….! Allah akan tetap memberikan apapun yang diminta hamba telah berhasil memiliki diri-Nya meski hamba tersebut belum mampu menerima permintaannya sendiri. Akan tetapi dalam hal ini, Allah terlebih dahulu mengajarkan kemampuan agar hamba itu layak menerima permintaannya.
Sebab ada kalanya seorang hamba meminta kepada Allah dan Allah tidak memberikannya lantaran hamba tersebut belum mampu menerima pemberian Allah itu. Ada juga seorang hamba yang meminta, dan Allah langsung memberikan yang di pinta meskipun hamba tersebut belum mampu menerima pemberian dari Allah. Nah, bedanya dengan yang ini, Allah akan juga mengajari hamba tersebut sehingga hamba itu akan sanggup menerima pemberian Allah. Ini yang namanya ‘ngasih sambil dibimbing’.”
“Aku masih belum mudeng Syekh…”
“Begini Prul, aku punya anak yang baru berumur lima tahun. Ia meminta kepadaku sebuah sepeda besar. Ada dua kemungkinan yang akan aku lakukan terhadap permintaan itu Prul. Pertama, aku tidak akan memberikan apa yang dipinta oleh anakku itu, lantaran aku melihat jangankan sepeda besar, wong sepeda kecil saja masih sering nyungsep. Artinya anakku belum sanggup untuk memakai sepeda besar, dan aku tidak akan memberikannya. Sebab kalau aku memberikan apa yang dipinta anakku itu, itu tandanya aku tidak sayang, lantaran jika permintaan itu ku kabulkan justru akan membawa bahaya bagi dirinya. Atau kemungkinan kedua. Bisa jadi aku mengabulkan apa yang dipinta oleh anakku berupa sepeda besar itu, meski ku tahu ia belum sanggup menggunakan sepeda besar. Tapi aku akan melakukan sesuatu yang ekstra yakni mengajarkan anakku sepeda besar hingga bisa dan kemudian sepeda besar yang aku berikan kepada anakku itu tidak menjadi berbahaya buatnya. Anakku menjadi bisa dengan sepeda besar lantaran aku membimbingnya terlebih dahulu.”
“Wuih, enak tenan ya Syekh, segala yang diminta hamba pasti akan Allah kabulkan, jika dilihat hamba itu tidak sanggup menerima permintaannya sendiri, Allah akan membimbingnya agar ia anggup menerima permintaannya itu. Semperna sudah kebahagiaan itu. Lalu bagaimana caranya Syekh agar kita bisa seperti itu?”
“Kiiita …??? Elo aja kali …. Gue mah enggak ikut-ikutan …!!!”
“Iya, iya ….”
“Begini Prul…. Pertama, ibadah yang bagus dan kedua bagus perangai dan ucapanmu kepada sesame manusia. Cukup … itu saja. Kamu akan mendapatkan yang kamu mau.”
“Kalau aku minta agar Allah membuat istriku mengizinkan aku menikah lagi, kira-kira di kabulkan tidak Syekh?”
“Kamu ini kalau nanya mbok yo sing genah, nanti di demo sama wanita sejagad baru tau rasa lho…? Nanti aja nanyanya kalau nulisnya sudah selesai.” (*)