KISAH KASIH KAKEK NENEK
Suasana dalam rumah flat di lantai 12 itu sungguh tidak nyaman. Nenek terus berteriak-teriak kepada Kakek. Suaranya nyaring. Penuh emosi. Kakek menanggapinya dengan santai, tak tertangkap dari suaranya kalau ia marah, meski sambil menudingkan telunjuknya pada Nenek. Kakek berlari mengambil barang-barak yang berserakan di lantai. Nenek merebutnya dan melemparkan kembali. Perang dunia 100. Panci, wajan, piring, debu, kertas, keranjang, dan peralatan rumah tangga lain berpindah tempat. Rumah itu seperti disulap menjadi gudang yang begitu kotor dan berantakan.
“ knhbv hjkjhsbhvbhjhukjnkbhg.” Nenek mengumpat.
“ khmgyjvyfjhjkygftvcghjhtfv.” Kakek menyambat. Wajahnya manis dan tersenyum, seolah tak sedikitpun terpengaruh oleh kata-kata Nenek yang sangat kasar kepadanya.
“ Dan kau, Asih,” ucap Nenek keras dan tajam. Sementara Asih yang kejam dengan pekerjaannya tersentak kaget. Ia yang baru bekerja ditempat itu dan belum kenal sifat Nenek, seketika dadanya berdegup kencang. Badannya gemetar. Wajahnya memucat. Perasaan takut menjalar keseluruh tubuhnya.
“ Loe orang yah! Sudah tahu kalau musim dingin. Kenapa masih pakai baju yang tipis begitu? Bagaimana kalau nanti kamu kedinginan hah?” bentak nenek dengan mata melotot. Sementara asih hanya bengong mendengar ucapan Nenek. Dalam hati ia bertanya, ini orang Cina anehnya minta ampun, sebenarnya ia marah sama aku atau? Asih menggeleng-gelengkan kepalanya. Tanpa sadar, ketika ketakutan hilang, tangannya meraih selembar tissue dan menyobeknya menjadi dua bagian. Kemudian masih dalam keadaan mulut yang membuka karena terbengong, ia menyumpalkan kedua sobekan tissue tersebut kedua lubang telinganya. Tentu saja tanpa sepengetahuan Nenek.
Nenek dengan wajah kesal masuk kedapur. Membuka lemari dan mengambil sesuatu. Dengan mulut yang masih ngedumel, nenek keluar dari dapur. Kembali menghampiri Kakek. Mengatakan sesuatu yang entah apa artinya, dan kemudian menghampiri seorang perempuan.
“Ali, kamu pake ini, biar baju kamu tidak kotor karena debu. Kan sayang baju cantik-cantik jadi kotor,” tangannya sibuk memakaikan celemek ke pinggang perempuan yang juga sedang berkerja di rumah itu. Lembut suaranya. Ali yang sebenarnya bernama Julia, dan harus merelakan namanya yang sekelas artis holywood itu, diganti oleh nenek dengan Ali seperti panggilan untuk anak laki-laki, merasakan ada satu kehangatan menjalar dalam tubuhnya diperlakukan semanis itu oleh nenek. Nenek menepuk-nepuk pinggang Ali dengan kedua belah tangannya.
“Nah ginikan lebih bersih”, ujar nenek dengan suara sangat pelan. Nenek seperti seseorang pemain sinetron dengan peran ganda saja. Bukan! Sama sekali bukan perkelahian atau lempar-lemparan barang antara nenek dan kakek yang terjadi waktu itu. Namun, perang dunia 100 memang benar adanya. Itu selalu terjadi antara nenek dan kakek yang menghuni flat berukuran kecil tersebut.
Dan apa pasal rumah itu jadi berantakan? Karena mereka sengaja memberantakinisi rumah itu. Tujuannya sih mau ngerapiin. Maklum tahun baru imlek sebentar lagi tiba. Sudah menjadi kebiasaan mereka merapikan dan membersihkan rumah. Karen itulah mereka membongkar isi rumah tersebut, membuang yang tak dipakai dan membersihkan yang kotor. Ali dan Asih di datangkan anak-anak nenek dan kakek untuk meringankan beban dua sejoli itu agar tidak kewalahan membersihkan rumah mereka. Hahahahaha mereka berdua memang sangat suka ber kwek-kwek dengan suara yang sangat nyaring.
Nenek tak suka rumahnya yang memang sempit itu bertambah sempit dengan barang-barang yang tak dipakai namun tetap disudut atau lemari rumah tersebut. Karena itulah ia akan membuang barang yang tak dibutuhkan. Tanpa menanyakan kepada kakek terlebih dahulu. Dan oleh sebab itu pula kakek seringkali kehilangan barang-barangnya. Pada akhirnya terjadilah adu mulut antara kakek dan nenek.
Acara benah-benah masih berlangsung. Dan perang itu bukan sekali dua kali kali terjadi. Tak hanya tentang barang, tetapi membersihkan sudut yang satu dan sudut yang lain rumah itupun mereka jadikan bahan cek-cok. Namun anehnya, meskipun baru saja berteriak-teriak kedua orang itu akan mengendurkan suaranya ketika berbicara dengan Asih dan Ali.
“Hai …, ngapain bengong begitu?” Tanya Asih pada Ali yang dengan mata tak berkedip melihat arah dapur dari ruang tengah tempat ia berdiri.
“Tuh …” Ali menunjuk kedua orang yang telah berumur 60-an itu. Asih mendekat dan seketika pandangannya menangkap nenek yang sedang membantu kakek mengobati luka ditangannya yang berdarah karena kecelakaan kecil ketika memaku hiasan dinding. Memang seperti krbiasaan orang Cina kalau tahun baru imlek tiba, mereka akan membersihkan rumah, mengganti hiasan dengan hiasan yang baru. Memasang pernak-pernik yang mayoritas berwarna merah.
Ali dan Asih menyaksikan nenek dengan muka khawatir mengobati luka kakek. Lalu menyuruh kakek untuk beristirahat.
“Makanya lain kali hati-hati,” tegur nenek.
“Iya itu tadi aku juga sudah hati-hati kok,” Jawab kakek santai
“Dibilangin masih saja ngebantah. Udah istirahat. Biar aku, Asih dan Ali saja yang membersihkan rumah.” Intonasi suara tinggi nenek tak pernah berubah setiap kali ia berbicara kepada kakek.
Demi melihat nenek beranjak, Ali dan Asih terbirit kembali bergulat dengan pekerjaan mereka masing-masing. Saking tergesanya, sampai-sampai Asih tersandung barang yang berserakan di lantai hingga terjatuh. Melihat itu sontak nenek panik dan langsung menghampiri Asih.
“OH… Hati-hati! Kamu ndak papa?” teriak nenek
“Hihihihi, aku ndak papa nek,” jawab Asih merasa bersalah karena telah meninggalkan pekerjaannya demi mengintip nenek barusan. Sekarang Asih paham apa sifat nenek yang mempunyai 5 anak itu.
Dalam hati ia berjanji, akan mengejakan pekerjaannya dengan baik untuk menyenangkan hati nenek.
Ali dan Asih terpesona oleh tingkah mereka berdua yang tak lagi muda itu. Dalam pancaran mata nenek, Terlihat bahwa nenek menyimpan kasih yang begitu dalam pada kakek. Meskipun ia tak bisa bersikap ramah di hadapan kakek, namun nenek sangat menyayangi kakek. Dan kebersamaaan mereka tak lekang di telan lemahnya fisik mereka di usia senja.*)