Korelasi antara Kecewa dan Bersyukur
Kecewa dan bersyukur adalah dua hal yang berbeda namun saling berkorelasi. Berdasarkan arti katanya, kecewa dapat diartikan sebagai perasaan kecil hati, tidak puas, karena tidak terkabulnya suatu keinginan dan harapannya. Rasa kecewa muncul ketika apa yang telah terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Perasaan ini sering kali menghantui kita, ketika hati merasakan tingkat down yang berlebihan. Ragam permasalahan kecewa bisa melingkupi berbagai aspek, misalnya kecewa dalam hal study, pekerjaan dan hubungan persahabatan ataupun percintaan.
Perasaan kecewa tak selamanya akan berdampak negatif terhadap seseorang yang sedang mengalaminya. Justru dengan adanya perasaan kecewa yang muncul akibat terjadinya suatu peristiwa yang tidak kita inginkan, hal ini akan membawa kita pada kondisi yang lebih baik. Mengapa demikian?! Tentu saja kita harus memanfaatkan perasaan kecewa tersebut untuk memperbaiki hal-hal apa saja yang telah membuat kita kecewa. Misalnya, ketika kita masih duduk dibangku sekolah, masih kuliah ataupun saat kita sudah bekerja, ada saat dimana kita sudah berusaha melakukan proses study/ pekerjaan dengan maksimal namun ternyata hasil akhir penilaian study/ pekerjaan kita buruk, pasti seketika kita akan merasakan rasa kecewa. Hal ini dikarenakan ekspektasi dalam hati kita yang sudah meyakini bahwa hasil akhir yang akan kita peroleh adalah baik. Disisi lain, ekspektasi bukanlah suatu aspek jaminan yang akan membuktikan secara nyata tentang apa yang kita harapkan. Namun rasa kecewa terhadap hasil akhir study/ pekerjaan tersebut bukanlah akhir dari kegagalan dari apa yang telah diperjuangkan dalam proses study/ pekerjaannya. Dalam memanfaatkan kekecewaan tersebut kita harus jeli dalam melihat apa sih yang membuat nilai akhir kita jatuh ataupun buruk. Hal pertama yang kita koreksi adalah diri kita sendiri, mengapa kita bisa mendapatkan nilai akhir buruk, sedangkan kita sudah berusaha semaksimal mungkin. Apakah dalam persiapan yang kita anggap maksimal itu sebenarnya tidaklah maksimal?!. Hal inilah yang membuat rasa kecewa itu dimanfaatkan sebagai bahan untuk introspeksi dan koreksi pada diri sendiri. Adanya rasa kecewa ini, kita bisa memperbaiki kondisi di masa mendatang, agar tidak timbul rasa kecewa dikemudian hari.
Selain itu, ketika kita sedang menjalin suatu hubungan dengan orang lain, entah persahabatan ataupun percintaan. Secara logika, terbentuknya suatu hubungan tersebut karena ada faktor kenyamanan yang timbul. Namun seiring berjalannya waktu, sifat manusia yang beraneka ragam, pasti ada saatnya kita punya rasa kecewa terhadap hubungan yang sedang kita jalani. Hal ini dapat terlihat dari sikap kita sendiri maupun sikap rekan kita dalam menjalin hubungan tersebut. Rasa kecewa terhadap suatu hubungan akan muncul ketika ada sifat dan sikap yang dimiliki oleh rekan tidak sejalan dengan apa yang kita inginkan ataupun sebaliknya. Tentu saja hal ini menimbulkan konflik secara terus menerus ataupun salah paham yang berlebih, sehingga hubungan persahabatan atau percintaan tersebut dapat berakhir. Dengan berakhirnya suatu hubungan tersebut, maka ada saat dimana kita melakukan introspeksi diri, apakah selama ini yang kita anggap salah paham sebenarnya kitalah yang membuat hal itu terjadi.
Melalui proses introspeksi, koreksi dan perbaikan diri inilah kita dapat memetik rasa syukur dari kejadian yang telah dilalui, dengan kata lain kita dapat mengambil hikmah atas apa yang telah kita perbuat. Hal ini dapat merubah diri kita menjadi seseorang yang lebih baik dalam menjalani suatu pekerjaan maupun suatu hubungan selanjutnya. Korelasi kecewa dan bersyukur akan terlihat jika kita mau merubah cara berfikir secara logis, karena dibalik rasa kecewa pasti akan ada rasa syukur yang kita tangkap dari sebuah kekecewaan yang terjadi.