Menyikapi Lika-Liku Emosi Kehidupan

593

Emosi merupakan suatu luapan dari batin ketika kita sedang merasakan sesuatu. Hal ini adalah manusiawi. Tetapi dengan emosi yang tidak kita kontrol, akan membawa kita dalam hal-hal yang buruk. Akan menjadi lebih baik jika kita menyikapinya dengan baik, yaitu mengubah emosi yang bersifat negatif dan mentransformasikan menjadi energi positif baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Bentuk emosi ada bermacam-macam, malu, marah, menangis, stres, semua adalah luapan emosi.

menyikapi-lika-liku-emosi-kehidupan

Bersahabat dengan Malu ?

“Jika kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu.” (HR Al-Bukhari)

Jika kita sudah menjadi mahasiswa dan masih seratus persen mengandalkan biaya orang tua, ditambah indeks prestasi yang pas-pasan dan tidak kunjung lulus, kalau tidak malu, Berbuatlah Sesukamu! Bagi seorang suami yang tidak mampu memimpin keluarga dan tidak mau mengasah diri, kalu tidak malu, Berbuatlah Sesukamu! Jika kita seorang pegawai dalam kondisi krisis ini tidak banyak yang kita kerjakan, namun setiap bulan tetap menerima gaji, apalagi tetap banyak tuntutan terhadap perusahaan, kalau tidak malu, Berbuatlah Sesukamu! Jadi bagi para sahabat, marilah kita bersahabat dengan malu, agar diri kita tidak berbuat sesuka kita melainkan demi memperbaiki diri yang lebih baik. “Berbuatlah apa yang kamu kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Fushshilat [41]:40)

Marah yang produktif

Rasulullah SAW bersabda, “Apabila engkau marah dalam keadaan berdiri, maka duduklah. Jika engkau duduk masih tetap marah, berbaringlah.”

Ada empat alasan mengapa kita tidak perlu marah :

  1. Marah membutakan pandangan. Kita tidak bisa berpikir jernih dalam kemarahan.
  2. Marah mengundang musuh. Kerjasama dibangun di atas semangat bantu-membantu, bukan paksa-memaksa apalagi disertai kemarahan.
  3. Marah berarti kelemahan. Saat kita marah, orang yang membuat kita marah telah mengalahkan kita.
  4. Marah membuang energi yang tidak berguna.

Hikmah yang bisa diambil dari hadist di atas, yaitu bergerak dari bediri, duduk, terbaring, lalu tidur. Maka ketika marah, cobalah mengambil posisi gerak aktif. Misalnya, kalau kita sedang marah di rumah sedangkan kondisi rumah kotor, maka bergeraklah dengan mengambil sapu. Marah reda dan rumah pun bersih. Kalau ada kayu, paku, gergaji dan palu, maka bergeraklah dengan menggergaji kayu dan memakunya hingga menjadi sebuah meja, kalau perlu buatlah mebel dengan merk marah.

Kalau banyak baju kotor, kumpulkanlah dan bergeraklah, baju akan bersih. Kalau banyak baju belum disetrika,  ambilah dan setrikalah baju itu. Selamat bergerak dengan marah, asalkan bergeraklah yang produktif.

Subkontraktorkan Masalah

Ada sebuah cerita dari ABRI dengan metode “menggergaji gunung”. Jadi kalau prajurit berlatih perang mendaki gunung, semua prajurit diperintahkan untuk melihat puncak gunung. Lalu dikatakan kepada pasukan, “Berani?” Dan pasukan menjawab, “Berani!” Setelah itu mereka dibariskan. “Mari kita berjalan, setelah berjalan, jangan lihat puncak gunungnya, melainkan lihatlah langkah demi langkah. Lihatlah ada ular, ada selokan, dan nanti gunung yang didaki akan menjadi lebih mudah”. Metode ini sangat bagus bagi kita dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan. Seperti halnya kita mengerjakan proyek, biasanya cara pengerjaannya ada dua, pertama dengan disubkontraktorkan kepada orang lain, dengan cara orang lain mengerjakan sektor-sektor tertentu karena kita tidak bisa menangani semuanya.

Kedua dengan disubkontraktorkan dalam arti lain. Ketika membangun sebuah proyek karena keterbatasan dana dan energi, proyek yang besar itu bisa dipilah-pilah menjadi bagian kecil, lalu kerjakan per bagian, setelah selesai lanjutkan bagian lain, begitu seterusnya. Saat kita menghadapi masalah yang banyak dan besar, maka cobalah untuk tidak memandang masalah tersebut secara keseluruhan. Subkontraktorkan lah masalah tersebut menjadi bagian-bagian kecil, lalu lihatlah masalah-masalah kecil tersebut, niscaya akan terasa ringan. Misalnya ketika kita pulang dari kantor, badan pun terasa capek, belum lagi istri yang seorang wanita karir, di saat masalah rumah tidak ada yang mengerjakan, misal cucian yang menumpuk dalam sebuah ember yang teramat besar (tidak ada pembantu), hal ini hanya akan memancing pertengakaran suami istri saja. Ambilah ember kecil, pilahlah cucian tersebut menjadi sub-sub kecil, lalu kerjakanlah, lihatlah ember kecil tersebut. Paling tidak hal itu lebih enak dipandang dari pada memandang pemandangan setumpuk cucian kotor dalam ember besar. Contoh lain ketika Anda memiliki rumah yang besar dan tidak ada pembantu, bagilah per bagian. Misal ngepel halaman depan saja, selesai. Mudah bukan?

Barulah kerjakan lainnya. Jangan memandang full seisi rumah yang besar itu dahulu. Begitu pula jika kita membiasakan hidup kita dirundung kekhawatiran yang berlebihan dengan mengecilkan kemampuan seseorang. Misalkan saja Anda memiliki sebuah mobil mewah, karena khawatir jika sopir Anda yang membawanya, maka Anda bawa sendiri mobil tersebut. Mungkin jika sopir Anda yang membawa, bisa jadi kena lecet dan Anda harus mengeluarkan uang ratusan ribu bahkan jutaan untuk memperbaikinya. Tetapi jika dalam keadaan capek, Anda tetap tidak percaya pada sopir, bisa jadi Anda akan mengeluarkan uang ratusan juta untuk biaya berobat dan kerusakan mobil. Jadi mari kita pilah-pilahkan masalah tersebut. Sebab kalau tidak dipilah-pilah, ongkos dan resikonya pun akan besar. Sehingga kesan bebannya tidak banyak itulah, kita dapat menyelesaikan masalah satu per satu.