Bagi sebagian orang membaca merupakan sebuah aktivitas yang menyenangkan. Berbeda dengan menonton film dimana kita dapat menyaksikan arahan sutradara yang dipadu apik dengan berbagai unsur sinematografi, dalam membaca kita justru membiarkan imajinasi bebas menterjemahkan setiap kata. Terlebih ketika membaca novel, kita seolah-olah masuk dan hanyut dalam cerita yang dibawakan penulis dengan imajinasi yang berbeda antar satu dengan yang lainnya.
Nah jika kamu terbiasa membaca karya penulis hebat, maka sederet nama berikut ini bisa jadi referensi kamu untuk menemukan bacaan berkualitas nan mendunia yang ditulis oleh penulis Indonesia. Jangan salah, karya mereka sangat membanggakan dan bahkan diantaranya pernah menyabet berbagai penghargaan internasional dan telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Penasaran? Yuk intip siapa saja penulis yang mahakaryanya patut untuk tidak kamu lewatkan.
1. Pramoedya Ananta Toer
Nama besarnya berseliweran dalam berbagai ulasan sastra Indonesia. Berkali-kali menjadi nominasi penerima Nobel Sastra, lelaki yang menghabiskan 14 tahun kehidupannya sebagai tahanan politik ini berhasil menyabet sejumlah penghargaan internasional. Masa-masa yang dihabiskannya di dalam penjara menjadi muasal lahirnya karya fenomenal Tetralogi Buru. Tetralogi Buru ini masing-masing diberi Judul Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Tetralogi ini bercerita mengenai seorang pribumi putra Bupati bernama Minke yang mendapat pendidikan dari sekolah Belanda. Merupakan kisah pergerakan kebangkitan nasional yang dikemas apik dengan kisah cintanya bersama Annelis. Karyanya bahkan sempat mendapat pencekalan langsung dari Kejaksaan Agung, namun itu sama sekali tidak menghalangi Pram dalam menuliskan berbagai karya. Membaca berbagai tulisan Pram seringkali mengajak kita jauh meloncat pada masa-masa pasca kemerdekaan. Kini berbagai karya Pram telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa.
2. Ahmad Tohari
Memperoleh penghargaan The Fellow of The University of Lowa, lelaki kelahiran Banyumas ini populer melalui karya monumentalnya yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk. Trilogi yang masing-masing berjudul Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari dan Jentera Bianglala ini telah terbit dalam edisi Jepang, jerman, Belanda dan Inggris. Pada 2011 lalu melalui tangan sutradara Ifa Irfansyah karyanya kemudian difilmkan dengan judul Sang Penari. Novel ini bercerita tentang kisah Srinthil, seorang penari ronggeng yang harus melakukan ritual tertentu sebelum menjadi Nyai Ronggeng, serta kisah asmaranya dengan seorang pemuda bernama Rasus. Bercerita banyak tentang tragedi besar 1965, novel ini dipenuhi dengan budaya dan nasionalisme.
3. Eka Kurniawan
Menerbitkan novel pertama pada 2002, Eka Kurniawan berhasil mencuri perhatian. Beauty Is A Wound merupakan terjemahan Bahasa Inggris untuk novel pertamanya yang berjudul Cantik Itu Luka, setelah sebelumnya novel ini juga telah dipublikasikan dalam bahasa Jepang pada Tahun 2006. Cantik itu Luka bercerita tentang seorang perempuan yang sangat cantik bernama Dewi Ayu, yang kemudian terpaksa menjalani hidup sebagai seorang pelacur pada akhir masa kolonial. Dengan kisah yang sama sekali tak terduga, Dewi Ayu kemudian memiliki tiga anak gadis yang tak kalah cantik dengan berbagai jalan kehidupan yang juga tak terduga. Disaat kehamilannya yang keempatlah, Dewi Ayu kemudian berharap melahirkan anak yang buruk rupa. Penggambaran buruk rupa yang amat tidak wajar oleh Eka Kurniawan melalui kemampuannya bertutur. Dewi Ayu melahirkan anak keempatnya yang buruk rupa, yang kemudian dinamai dengan si Cantik. Disebut-sebut membawa genre surealisme-sejarah-filsafat, Eka Kurniawan kemudian meluncurkan karya-karya selanjutnya yang juga tak kalah mencengangkan. Lelaki Harimau, menjadi novel keduanya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan membawanya sebagai nominasi The Man Booker International Prize 2016.
4. Andrea Hirata
Baru saja menerbitkan novel teranyarnya berjudul Sirkus Pohon pada Agustus silam, nama Andrea Hirata sudah tak diragukan lagi. Karirnya didunia kepenulisan diawali pada Tahun 2005 ketika ia menuliskan pengalaman masa kecilnya, sebuah ironi tentang kurangnya akses pendidikan bagi anak-anak di salah satu pulau terkaya di Indonesia. Tulisannya ini menjadi sebuah tetralogi yang diberi judul Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Endensor dan Maryamah Karpov. Memenangi Buch Awards Jerman, Festival Buku New York 2013 dan mengantar Andrea Hirata untuk memperoleh Honorary Doctor of Letters (Hon DLitt) dari Universitas Warwick. Bercerita tentang seorang tokoh bernama Ikal dan teman-temannya mengantar kita pada imajinasi kehidupan yang terasa sangat nyata. Hingga 2017, Andrea Hirata telah melahirkan 10 Novel.